Pemikiran Filsafat Sejarah Periode Yunani Klasik, Abad Pertengahan dan Zaman Baru



A. Filsafat Sejarah Periode Yunani Klasik

Pada masa awal Yunani (Yunani Kuno), ajaran mereka secara umum bisa disebut sebagai filsafat alam atau bercorak kosmosentris, karena perhatian mereka selalu terpusat pada alam dan segala kejadian yang ada didalamnya. Oleh karena itu, filsuf-filsuf masa ini sering disebut sebagai ‘filsuf-filsuf alam’. Masalah utama filsafat pada saat itu adalah “masalah perubahan” atau “transformasi”.

Bertolak dari filsafat alam, pada masa berikutnya dari periode Yunani, yang sekarang ini disebut sebagai masa Yunani Klasik, filsafatnya lebih bersifat ‘antroposentris’, artinya para filsuf di sini kemudian menjadikan manusia (antropos) sebagai obyek pemikiran filsafat mereka. Jelasnya, bahwa kaum sofis kemudian membelokkan filsafat Yunani ke arah baru yang memilih manusia dan kehidupannya dalam berbagai aspek (moral, sosial, politik dan lain-lain) sebagai obyek penyelidikan. Dan termasuk salah satunya adalah dalam hal filsafat sejarah.

Pada awalnya, mereka belum menyadari tentang hakekat sejarah. Bahwa hakekat sejarah ialah adanya kesinambungan, belum mengenal suatu proses perkembangan (kemajuan) dan sekaligus sebagai penggerak bagi perkambangan dan perubahan masyarakat, serta gerak sejarah yang bertingkat ke arah kemajuan. Belum mengenal adanya tujuan.

Pandangan tentang proses jalannya sejarah baru muncul sekitar Abad 6 M. Di sini mereka menganggap bahwa perjalanan sejarah adalah sebagai konsep pergerakan waktu dalam satu gerak siklis. Artinya, waktu sejarah berjalan melingkar dalam satu bulatan tertentu dan itu menjadi berulang-ulang. Sejarah bermula dari satu titik, kemudian bergerak berputar melalui lingkarannya dan kembali ke titik semula. Dengan demikian mereka memandang gerak sejarah seperti halnya putaran waktu itu sendiri, yaitu datang, pergi dan kemudian datang lagi, bergerak siklis.


B. Filsafat Sejarah Periode Abad Pertengahan

Pandangan Kristen terhadap sejarah mendominasi pemikiran Abad Pertengahan, sehingga di sini secara umum kebudayaan rokhani Abad Pertengahan adalah bercirikan agama Kristen, yang menjadikan seluruh jiwa masyarakat berbagai sendinya bersifat keagamaan.

Sejalan dengan adanya pengaruh Kristen yang ‘kental’, adapun ciri umum pemikiran sejarah Abad Pertengahan ialah : 1.) Sering digambarkan sebagai theology sejarah atau merupakan Sejarah Keselamatan (Heilgeschiedenis); 2.) Adanya unsur eskatologi, yakni sejarah bergerak dari manusia pertama sampai dengan turunannya Messias serta mengakui adanya suatu awal dan akhir.

Gerak sejarah disini linier bukan siklis. Bahwa sejarah adalah suatu gejala yang unik dalam waktu. Dikatakan sejarah bersifat einmalig (sekali terjadi) dan terdapat adanya idea of progress (ide kemajuan). Di sini sejarah bukanlah perkembangan secara alamiah, tetapi terdiri dari rentetan kejadian yang diatur oleh adanya campur tangan Tuhan. Dengan kata lain jalannya sejarah manusia tidak ditentukan oleh manusia, tetapi oleh Pola Rencana Allah atau dituntun oleh Penyelenggara Illahi (God Providentie) yang tidak bisa diselami oleh pikiran manusia. Sehingga dapat dikatakan bersifat sejarah providensi. Sejarah disini bertujuan transcendental, yakni penebusan, sehingga terdapat sejarah penebusan (sifat universal).


C. Filsafat Sejarah Zaman Baru

Sifat dari pemikiran filsafat pada masa ini, dengan pengaruh-pengaruh yang masih tersisa dari masa-masa sebelumnya (Yunani Klasik dan Abad Pertengahan), ternyata membuat zaman ini memiliki karakter spesifik yang agak kabur. Secara umum, yang dapat dilihat dari sini adalah bahwa pemikiran zaman ini bersifat antroposentris, deistis (bersifat hanya mengakui adanya Tuhan yang menciptakan alam semesta, tetapi tidak mengakui ajaran agamanya karena ajarannya didasarkan atas keyakinan pada akal dan kenyataan hidup), rasionalistis, dimana mendewa-dewakan kemampuan akal/rasio—menjadikan akal manusia sebagai tolak ukur kebenaran dan realitas--, kemudian cenderung bersifat determinism, mekanis, bahwa di sini terdapat pemikiran/pandangan yang berbeda-beda tentang filsafat. Hal ini dapat terlihat dari pemikiran-pemikiran/pandangan para filsufnya yang sering bersebrangan satu sama lain ataupun saling berbeda pendapat. Di dalamnya, terdapat para filsuf yang melihat filsafat dari sudut Abad Tengah atau Zaman Baru atauYunani Klasik ataupun tidak dari ketiganya.

Dengan adanya pemikiran/pandangan filsafat yang berbeda-beda antar para filsuf masa ini, juga berimbas pada adanya berbagai pandangan tentang filsafat sejarah yang berbeda-beda pula. Secara umum masa ini memandang gerak sejarah adalah linier dengan ide kemajuannya, tetapi di sini ada yang hendak menghidupkan kembali pemikiran gerak sejarah siklis dan ada pula yang mensintesis atau menjembatani diantara kedua gerak tersebut, sehingga terciptalah pada zaman ini apa yang disebut dengan gerak sejarah spiral.


D. Antara Periode Yunani Klasik, Abad Pertengahan dan Zaman Baru

Bertolak dari pemikiran-pemikiran filsafat sejarah yang berasal dari tiga masa tadi, di sini kemudian akan coba dicari hubungan-hubungan yang ada atau benang merahnya, yang mana sudah diketahui sebelumnya bahwa antara masa yang lebih awal berpengaruh terhadap masa-masa berikutnya atau terdapat saling keterkaitan diantaranya.

Masa Yunani, dengan latar belakang kehidupan yang makmur dan bernafaskan kebebasan, membuat lahirnya berbagai pemikiran yang ekspresif dari masyarakat pendukungnya, yang murni karena keingintahuan, merupakan pemikiran fantastis yang digunakan sampai saat ini sehingga disebut klasik.

Hasil-hasil yang ada dari pemikiran filsafat masa Yunani Klasik mengilhami /mempengaruhi pemikiran para filsuf Abad Pertengahan dan Zaman Baru, begitu pula pemikiran para filsuf Abad Pertengahan mempengaruhi pemikiran para filsuf Zaman Baru. Hal ini dapat dilihat dari pemikiran-pemikiran para filsuf pada masing-masing zaman. Misalnya adanya pemikiran-pemikiran Plato yang mengilhami/mempengaruhi pemikiran St. Augustinus yang mana dia menggunakan filsafat untuk pelayanan theology dengan mengadopsi gagasan-gagasan Plato dan Neo Platonists untuk menjadi pendekatannya sendiri. Dari sini kemudian pemikiran Plato dan St. Augustinus muncul kembali pada Zaman Baru, yang muncul dalam Neo Plato Augustinisme yang mempengaruhi pemikiran-pemikiran para filsuf zaman ini seperti Boussuet, dan masih banyak pemikiran para filsuf-filsuf lainnya.

Di permukaan, antara pemikiran masa Yunani Klasik dan Abad Pertengahan saling bertolak belakang, tetapi pada kenyataannya tidak sedikit gagasan-gagasan para filsuf Yunani Klasik yang gunakan oleh filsuf Abad Pertengahan, walaupun akhirnya digunakan untuk memperkokoh kedudukan agama (Kristen) dan gereja. Gereja—Abad Pertengahan—menganggap, adanya mereka adalah untuk mengembala orang-orang yang tertsesat, termasuk ditujukan untuk orang-orang yang mendukung kebudayaan dan jiwa-jiwa Yunani Klasik yang masih ada saat itu. Abad Pertengahan yang teosentris, beranggapan bahwa gerak sejarah adalah linier dengan ide kemajuan, dipenuhi dengan sejarah providensi dan transcendental bertolak belakang dengan Yunani Klasik yang kosmosentris ke antroposentris, yang beranggapan bahwa gerak sejarah itu siklis dan di penuhi dengan pemikiran-pemikiran tentang alam dan manusia dengan kehidupan sosial, moral dan politiknya.

Jadi, adanya kehidupan yang bebas (dalam berfikir ataupun berbuat) dari masyarakat Yunani ini tidak disukai oleh orang-orang gereja Abad Tengah, kaitannya untuk menggiring manusia untuk tidak berbuat dosa yang diorientasikan untuk pencapaian kehidupan surga, karena diyakini bahwa semakin bebas manusia, maka akan semakin memberi kemudahan dia untuk melalkukan perbuatan dosa. Di sini, terhadap hasil-hasil pemikiran ataupun perbuatan masyarakatnya, gereja mengizinkan selama hal tersebut digunakan untuk mendukung agama dan gereja, terhadap yang selain itu akan dianggap sesat dan terlarang. Sehingga di sini, gereja yang menjadi pusat dari peradaban Abad Pertengahan bertolak belakang dengan kebebasan dari kehidupan Yunani.

Kaitannya dengan Zaman Baru, Zaman Baru di sini lebih cenderung antroposentris, rasional tidak lagi khayali, dan bebas. Walaupun demikian, bukan berarti sangat bertolak belakang dengan Abad Pertengahan, karena dalam Zaman Baru selain mulai banyaknya pemikiran ilmu pengetahuan masih banyak juga ditemukan karya sejarah providensi seperti yang ada pada masa Abad Tengah. Hanya bedanya adalah, bahwa filsuf disini mendasarkanya pada akal, sehingga disini mereka cenderung deist. Para filsuf Zaman Baru secara umum mendukung bahwa gerak sejarah adalah linier dengan ide progress, sama dengan masa Abad Pertengahan. Tetapi ada pula yang berusaha menghidupkan kembali gerak siklis dari Yunani Klasik, seperti filsuf kenamaan Vico, dengan maksud untuk menjembatani antara siklis dan linier, menjadi spiral.

Pada dasarnya pendukung Zaman Baru tidak menyukai adanya ‘keterikatan’ yang diberlakukan gereja Abad Pertengahan terhadap manusia. Jadi di sini, seperti Yunani Klasik, mereka lebih menyukai adanya kebebasan berfikir dan berkarya. Adanya sikap seperti ini dari pendukung Zaman Baru tidak lantas sangat membenci berbagai pemikiran Abad Pertengahan. Di sini, bahkan masih banyak para filsufnya yang terpengaruh oleh pemikiran Abad Pertengahan, tetapi mereka olah dengan kemauan mereka masing-masing yang berdasarkan rasio.

Adanya pengaruh-pengaruh dari pemikiran Yunani Klasik dan Abad Pertengahan dapat dilihat dari banyaknya corak-corak pemikiran para filsuf Zaman Baru yang Neo Aristotelianisme dan Neo Plato Agustinisme. Diantaranya ada Hobbes, Descartes, Spinoza, Bossuet, dan Leibniz. Sedangkan Vico, punya tempat tersendiri dengan pemikirannya.

0 Responses to "Pemikiran Filsafat Sejarah Periode Yunani Klasik, Abad Pertengahan dan Zaman Baru"